Langsung ke konten utama

Pemilih Skeptis dan Apatif 2019.

Djangkrikmoeda,Jambi_ Secara leksikal,  skeptis bisa diartikan rasa kurang percaya atau ragu-ragu terhadap keberhasilan, kinerja dan lain sebagainya.  Misalnya saja adanya sebuah program tetapi tidak dikerjakan dengan baik sehingga menimbulkan prasangka kurang percaya dan ragu yang mengakibatkan orang bersifat sinis. Nah, orang yang cenderung ragu dan kurang percaya inilah yang akan melahirkan sikap skeptisisme.

Masyarakat  Pemilih Skeptis dan Apatis

Skeptisisme bisa dimaknai sebagai suatu paham yang memandang sesuatu dengan tidak pasti, meragukan, mencurigakan dan bahkan berujung kepada sifat apatis atau tidak mau tahu karena merasa dikecewakan.

Selain itu, skeptis juga bisa dianggap sebagai sifat dimana kita juga harus waspada dan hati-hati karena dihadapkan pada kondisi keragu-raguan dan kurang percaya.

Dengan kata lain, sifat skeptis bisa berarti meragukan sesuatu. Sifat ini membuat seseorang tidak mau menerima dengan mudah terhadap informasi apa adanya. Selalu meragukan sesuatu jika belum ada bukti yang benar-benar jelas.

Sementara dalam kehidupan sehari-hari, sifat skeptis biasanya disandingkan dengan apatis. Jika skeptis berarti cenderung menimbulkan rasa curiga atau tidak percaya dan sikap hati-hati, maka apatis lebih condong ke sifat tidak mau tahu terhadap apa yang akan terjadi dan apa yang akan direncanakan. Misalnya, masyarakat merasa kurang percaya dan ragu-ragu terhadap salah satu calon atau beberapa calon legislatif yang yang sudah pernah menjadi legislatif selama 1 atau 2 periode dan ingin melanjutkan dengan mencalonkan dirinya pada periode berikutnya.
Sehingga konstituen atau pemilih berada pada ambang batas kurang percaya dan ragu-ragu terhadap pencalonan tersebut yang dirasakan oleh masyarakat sama sekali tidak pernah membawakan perubahan dalam bentuk program yang memperjuangkan hak dan aspirasi rakyat. Sehingga dengan keraguan dan kurang percaya masyarakat akan menggiring pemahaman masyarakat tersebut kepada sikap apatif atau rasa tidak mau tahu dan peduli.

Menggunakan analogi itu, bisakah dalam pemilihan  secara langsung pileg 2019 nanti, bangsa Indonesia bertumbuh dalam kecerdasan berdemokrasi menjadi pemilih yang cerdas? Bisakan kita lebih rasional dalam memilih anggota parlemen, dan senat pada Pemilu 2019 mendatang?

Pemilu 2019 adalah pemilihan Presiden/wakil presiden sekaligus DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota secara langsung dalam suasana yang lebih demokratis setelah reformasi. Tampaknya ini harus menjadi tantangan untuk makin cerdas dan rasional dalam berdemokrasi.

Apalagi pada zaman teknologi canggih dan era digital ini peranan media sosial sangat membantu untuk menampilkan sosok calon pemimpin sekalipun masih banyak calon legislatif yang muncul berkampanye dengan mengekploitasi sentimen yang berkaitan dengan SARA (suku, agama, ras) dan menyebarkan informasi yang tergolong hoax dan cenderung menyesatkan masyarakat. Kampanye model ini merupakan kampanye yang tidak rasional, emosional, dan sangat murahan.

Bagi calon legislatif yang tidak cerdas, kampanye semacam itu bisa membuat konstituen semakin kurang percaya dan ragu-ragu terhadap visi misi yang akan diperjuangkan sebagai salah seorang calon aspirator. Dan dalam pemilu nanti rakyat bisa jatuh pada pilihan figur yang tidak sesuai harapan.  Sebagai pemilih yang skeptik, Rakyat Indonesia harus tegas dengan menentukan pemimpin seperti apa yang dibutuhkan bukan yang disulap dengan kampanye murahan dan hasil dari politik transaksional.

Dalam menentukan kriteria bisa muncul banyak pandangan namun bangsa kita sudah memiliki panduan yaitu konstitusi dan dasar negara. Dengan parameter ini, rakyat Indonesia mestinya cukup cerdas untuk menegaskan kriteria legislator yang dibutuhkan. Dan setidaknya adalah figur yang bisa memperjuangkan setiap warga bangsa tanpa pandang bulu dan memiliki kinerja yang baik untuk bisa memperjuangkan hak-hak masyarakat utuk kesejahteraan bersama.

Sepanjang reformasi 1998 hingga 2018 Negara Indonesia sudah 4 kali melakukan pemilihan umum secara langsung semestinya harus belajar dari situasi dan kondisi masa lalu.

Rakyat sebagai pemilih skeptik dan apatis tidak perlu ikut menyebarkan materi kampanye yang disodorkan pada mereka dengan model transaksional. Hal ini terutama kampanye yang isinya tidak bisa dipercaya, informasi menyesatkan, apalagi termasuk hoax dan bohong. Sikap skeptik justru berarti aksi untuk membuat informasi tak bermutu tidak mendapat tempat dalam kontestasi ini.

Sebaliknya, yang dilakukan adalah bertindak aktif mencari informasi dari sumber yang terpercaya. Mencermati pendapat dan penilaian orang yang berintegritas, membaca data yang teruji, dan mencari informasi dari lembaga yang bertanggung jawab. Informasi seperti itu yang dijadikan pertimbangan untuk menentukan pilihan pada April tahun depan.

Hindari politik transaksional

Maraknya kasus korupsi yang melibatkan eksekutif dan legislatif di daerah menjadi salah satu momok yang memicu lahirnya sikap skeptis dan apatis masyarakat terhadap calon legislatif 2019. Apalagi dibeberapa daerah ternyata korupsi dilakukan secara berserikat dan berjamaah seperti DPRD Malang, DPRD Sumut dan juga DPRD Provinsi Jambi yang terindikasi korupsi.

Media sebagai mitra penegak hukum dengan tegas menyiarkan dan memberitakan oknum-oknum legislatif yang tersandera dalam lingkaran hitam korupsi yang merugikan negara dan tentu saja hanya memikirkan diri sendiri.

Maraknya tindakan korupsi yang merugikan negara diberbagai daerah tentu saja berhubungan erat dengan biaya kampanye dan entertain yang digunakan setiap calon legislatif maupun eksekutif di daerah. Sehingga terkadang legislatif dan eksekutif secara sadar, terencana dan terkoordinir mau melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama.

Besarnya biaya kampanye dan entertain yang dibutuhkan setiap calon legislatif ketika ingin berkontestasi adalah didasari karena tidak mampu menjabarkan visi dan misi yang pasti dan menyentuh kebutuhan masyarakat. Sehingga dengan visi misi yang tidak jelas maka harus didompleng oleh politik transaksional supaya menjadi seimbang dan saling menutupi. Dan akhirnya masyarakat sebagai konstituen yang sudah dilakukan pemetaannya oleh calon legislatif akhirnya merubah pola pikir dari skeptis menjadi apatis.

Sikap pemilih seperti itu akan mencegah perlakuan pada rakyat hanya sebagai objek, karena tidak mudah tergoda oleh iming-iming kosong  dan tipu daya para sales politik, pernyataan kosong, dan tawaran politik uang. Hal ini juga mencegah kompetisi politik ini digunakan memanipulasi perbedaan-perbedaan di masyarakat untuk dibenturkan. Sebaliknya pemilih skeptik akan menjadi basis perjungan bangsa dalam meningkatkan kualitas berdemokrasi.

Dalam masa kampanye, setiap warga harus mau berkontribusi melalui partisipasi politik dengan mendorong setiap caleg mampu memaparkan segala visi misinya sehingga menjadi anggota legislatif yang bekerja untuk pencapaian pembangunan dan supaya masyarakat tidak gampang dikelabuhi oleh kampanye murahan. Pemilih skeptik semestinya lebih hati-hati menggunakan hak pilihnya sebagai pemilih supaya tidak salah dalam memilih pemimpin dan pada akhirnya jadi pemilih yang apatif.

Pemilu semestinya mampu melahirkan pemimpin dan wakil rakyat yang memahami dan mengerti kehidupan rakyat supaya menjadi cermin kecerdasan bangsa. 
Masyarakat cerdas.
Masyarakat memilih.
Hindari politik transaksional.

Ditulis:
Samuel Pardosi, S.Sos
(  T  u l a  n  g  S  a m  )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politikus Parasit Dan Politikus Rayap Mewabah, Tulang Sam: Basmi dan Hanguskan.

Setelah era reformasi, kehidupan Bangsa Indonesia seakan berpusat pada partai politik yang ikut dalam kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg), pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Presiden (Pilres). Tidak dapat dipungkiri bahwa partai politik seperti lampu yang menggoda laron-laron politikus untuk berkerumun. Bahkan tumbuh suburnya juga sistem multipartai yang hidup di Indonesia jelas terlihat bahwa dengan mudahnya menggerakkan mobilisasi sosial dan konsentrasi politik yang sangat dimungkinkan dengan menjadi anggota partai dan terjun berkontestasi dalam setiap pesta demokrasi dalam pemilihan umum. Kekuasaan dan prestise sepertinya tersedia apik dalam bungkusan partai politik dengan sangat mungkin diakselerasi berkat amandemen yang memberi kekuasaan begitu besar pada rakyat untuk memilih legislatif secara langsung semangat awal supaya kekuasaan eksekutif terkontrol dengan baik.  Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa politik yang hendak memperbaiki dan menghidupkan namun be...

Tulang Sam: Gusdurian Hadiahi Jokowi-Ma'ruf Amin Nilai-Nilai Kebangsaan.

Jambi, Djangkrikmoeda.blogspot.com _ Masih ingat dengan kunjungan beberapa Kandidat Capres dan Cawapres beberapa waktu silam kekediaman almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau Gusdur yang di jamu oleh istri Gusdur sendiri beserta Shinta Nuriyah Wahid dan anak perempuannya Yenny Wahid?? Bakal calon presiden, Prabowo Subianto mendapat cinderamata berupa dua buah buku, yaitu buku biografi Gus Dur dan buku tentang Islam dari istri almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid. Pemberian buku itu usai kunjungan Prabowo ke rumah Presiden RI ke-4 itu di di Jalan Warung Sila, Ciganjur, Jakarta Selatan, Kamis (13/9/2018). "Satu adalah biografinya Gus Dur dalam bahasa Inggris Abdurrahman Wahid, A Moslem Democrat, Indonesia and President, A View from The Inside, kemudian satunya adalah menyoal agama-agama pra-Islam," kata Prabowo. Begitu juga dengan Bakal cawapres Sandiaga Uno menemui istri mendiang Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), S...

Sosialisasi Limit Tanpa Batas

~SOSIALISASI LIMIT TANPA BATAS~ Jambi, Djangkrikmoeda.blogspot.com _ "Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.” Sahabat yang tidak lekang oleh waktu... Izinkan saya mengenalkan diri sebagai Orang Muda yang ingin berjuang bersama sahabat, duduk bersama dan saling memberi saran, masukan bahkan sebuah kritikan sekalipun untuk tujuan yang membangun. Maka, sekalipun saya yang terakhir dalam perjuangan ini, saya meyakini akan menjadi terdahulu. Dan itu semua terjadi berkat usaha kita, doa dan dukungan yang luar biasa dari para sahabat... Melebihi dari segalanya... Ingat... Ingat... Nomor 12 Pelopor Perubahan. Oleh: Tulang Sam, 28092019