Langsung ke konten utama

MUKI : Gereja disegel, Kemana Saja Anggota Dewan terpilih.

Jambi, Djangkrikmoeda.blogspot.com _ Sesuai dengan laporan Komnas HAM mencatat bahwa selama 2016, pengaduan atas pelanggaran kebebasan agama di Indonesia berjumlah 97, meningkat dari 87 kasus pada 2015.

“Dan melihat data yang disajikan Komnas HAM seperti biasa, seperti tahun-tahun sebelumnya, aduan terbanyak datang dari provinsi Jawa Barat,” Samuel Pardosi, Sekretaris DPW Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) Jambi. 

Jawa Barat mengoleksi 21 pengaduan selama 2016—salah satu kasus paling anyar ialah pembubaran Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) umat Kristen di Gedung Sabuga, Bandung. Kasus di Jawa Barat jadi pantauan kelompok HAM lain, termasuk oleh Setara Institute yang mencatat 44 kasus pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan pada 2015, dan Wahid Institute mendokumentasikan 46 peristiwa pelanggaran di provinsi tersebut di tahun yang sama. 

Di posisi kedua ada DKI Jakarta yang mengoleksi 19 aduan. Di posisi ketiga adalah Sulawesi Utara, daftar baru yang sebelumnya cuma satu aduan tapi di tahun ini hingga 11 aduan.

Daerah selanjutnya, berturut-turut, adalah Jawa Tengah dengan 7 aduan, Aceh 6 aduan, Kepulauan Bangka Belitung 5 aduan, Nusa Tenggara Barat 5 aduan, Yogyakarta 3 aduan, dan masing-masing dua aduan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Timur. Satu aduan pelanggaran hak kebebasan beragama terjadi di Banten, Papua, Papua Barat. 

"Penyegelan rumah ibadah biasanya terkait tidak adanya izin membangun rumah ibadah atau adanya aliran yang dianggap sesat oleh warga setempat. Seharusnya pemerintah daerah membantu mereka supaya bisa beribadah meskipun belum ada izin, saya yakin sebagian besar rumah ibadah di Indonesia banyak yang belum punya izin," kata Samuel Pardosi lagi, pada Sabtu(29/09/2019).

Samuel mencontohkan kasus 7 (tujuh) gereja di Cianjur yang pernah disegel karena tidak mempunyai izin membangun rumah ibadah. Dalam kasus ini, elemen gereja seperti PGI melakukan mediasi antara Pemerintah Kabupaten Cianjur dan pengurus tujuh gereja.

Dari mediasi tersebut disepakati terdapat satu gereja yang akan memiliki surat keterangan dari Dinas Tata Ruang, dua gereja akan segera diupayakan izin sementara rumah ibadah dan empat gereja yang berada di ruko akan diupayakan pengadaan tanah untuk membangun gedung bersama.

Samuel Pardosi juga mengatakan perlu adanya kerja sama dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, anggota DPRD, FKUB, Kesbangpol dan elemen lainnya untuk mengatasi masalah seperti ini. Apalagi pada saat rapat terakhir yang difasilitasi oleh Lembaga Adat Melayu (LAM) dipimpin oleh Drs. H. Azra'i Albasyari. Sepertinya tidak melibatkan perwakilan 4 gereja yang akan disegel sesuai hasil keputusan rapat pada saat itu dan dalam daftar peserta rapat juga tidak terdaftar. 

Menurut Samuel, pemerintah daerah harus terbuka dan kooperatif jika terjadi masalah terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kepolisian juga diminta bertindak tegas dalam penegakan hukum untuk menjamin hak warga dalam berkeyakinan dan beragama terpenuhi. Sementara itu, Samuel Pardosi mendesak DPRD Kota Jambi untuk bersama-sama dengan pemerintah memperkuat prinsip-prinsip HAM dalam penyusunan RUU Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama.

"Pada hal sangat disayangkan sebab dari Kota Jambi sendiri sudah ada 5 (lima) orang anggota DPRD Kota Jambi yang pada saat ini masih duduk dan aktif tetapi sama sekali tidak berani berbuat bagaimana supaya saudara-saudara kita yang belum memiliki izin supaya mendapatkan atau memudahkan akses untuk memperoleh Izin. Padahal gereja yang di segel itu sendiri sudah ada berusia 18 tahun dan sebagainya. Sementara itu teman-teman yang duduk di DPRD Kota Jambi ada yang sudah 2 periode ada 3 periode dan mau minta 3 atau periode lagi. Namun ketika ada masalah seperti ini sepertinya tidak digubris",nada Samuel tegas dan kelihatan kesal. 

"Saya sebagai orang Kristen begitu miris melihat teman-teman didewan (DPRD Kota Jambi) sana yang tidak berusaha menjembatani selama puluhan tahun ini, kemana saja? Ngurus proyek? Dak kau pikirkan lagi hak konstituenmu? Selama puluhan tahun kau duduk disana! Dan kau hanya datang pada mereka sekali 5 (lima) tahun? Itupun hanya KTP yang kau cari. Berhentilah bersandiwara!" suara Samuel meninggi seraya marah karena melihat saudara perempuannya salah seorang dari Umat Gereja HKI yang disegel. 

Melalui Majelis Umat Kristen Indonesia, maka Samuel juga mendesak pemerintah mencabut Peraturan Bersama Dua Menteri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 soal Pendirian Rumah Ibadah. Materi dalam peraturan tersebut dinilai tak mendukung upaya menciptakan kebebasan beragama dan berkeyakinan. 

Salah satunya adalah pasal yang menyebutkan perbandingan angka 60 dan 90. Jika jumlah pemohon pendirian rumah ibadah kurang dari 90 di desa atau kelurahan setempat, bisa dicarikan untuk menggenapi ke tingkat kecamatan, atau kabupaten kota. Untuk menyetujui pendirian rumah ibadah, sedikitnya harus mengumpulkan dukungan dari 60 orang. Ini dinilai DPW MUKI akan mamicu intoleransi.

MUKI berharap supaya penyegelan Gereja di Kota Jambi sifatnya temporer dan semestinya bisa dibuka kembali karena menyangkut Hak paling hakiki dari umat gereja itu sendiri untuk menyembah Tuhan yang mereka yakini dan bukan mengganggu ketertiban umum seperti Perda yang dimaksudkan dalam kertas penyegelan tersebut. 

"Tidak ada permasalahan yang tidak selesai. Pasti selesai, kalau pemerintah dalam hal ini sebagai solusi yang menjembatani supaya semua elemen saling membuka diri. Pemerintahkan sebenarnya harus menawarkan solusi bukan malah langsung melakukan penyegelan dan menutup. Apalagi gereja itu hanya sebagai tempat berdoa dan bernyanyi untuk Tuhan bukan komersil", pukas beliau. 

Mengingat aktifitas dalam gereja akan berhenti karena penyegelan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jambi maka diharapkan semua elemen Pemerintah Kota Jambi, DPRD Kota Jambi, FKUB, Kesbangpol, LAM, PGI, MUKI dan elemen lainnya diharapkan mampu memberikan solusi yang baik supaya jemaat Gereja-gereja tersebut bisa melakukan ibadah sebagaimana mestinya didalam gereja itu sendiri.(sobo)

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proyek Gorong-Gorong Bikin Warga Jerambah Bolong, Ngomel...

Jambi, Djangkrikmoeda.blogspot.com _ Pembangunan saluran air untuk mengantisipasi genangan air di jalanan Kota Jambi selalu menjadi masalah bagi kebanyakan masyarakat Kota Jambi. Dengan adanya proyek penggalian saluran air itu, yang dikenal juga dengan istilah gorong-gorong, kemacetan lalu lintas di ruas-ruas jalan bisa semakin parah. Seperti yang terjadi di kawasan Jalan Abdul Muis Depan Pasar Jerambah Bolong  beberapa hari terakhir ini. Proyek yang dimulai sejak pertengahan September itu dimaksudkan untuk membuat saluran air yang sering menggenangi jalan utama karena tidak memiliki sistem buangan air atau parit dan gorong-gorong ditempat itu. Dengan demikian guna mengalirkan genangan air yang menjadi langganan kawasan jalan utama Jerambah Bolong saat hujan deras maka diperlukan pembangunan parit dan gorong-gorong yang maksimal.  Namun, proses pengerjaan gorong-gorong tersebut menimbulkan keluhan dari banyak warga yang kerap melintasi jalanan utama tersebut. Seperti dikeluh...

Sosialisasi Limit Tanpa Batas

~SOSIALISASI LIMIT TANPA BATAS~ Jambi, Djangkrikmoeda.blogspot.com _ "Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.” Sahabat yang tidak lekang oleh waktu... Izinkan saya mengenalkan diri sebagai Orang Muda yang ingin berjuang bersama sahabat, duduk bersama dan saling memberi saran, masukan bahkan sebuah kritikan sekalipun untuk tujuan yang membangun. Maka, sekalipun saya yang terakhir dalam perjuangan ini, saya meyakini akan menjadi terdahulu. Dan itu semua terjadi berkat usaha kita, doa dan dukungan yang luar biasa dari para sahabat... Melebihi dari segalanya... Ingat... Ingat... Nomor 12 Pelopor Perubahan. Oleh: Tulang Sam, 28092019